Rabu, 23 Maret 2011

masailul fiqhiyah



Nama : Asep Supriyadi
NIM    : 082321004
Jur/prodi : Syari’ah/ VI/ AS
A.    Pengertian masail fiqhiyah
Masail fiqhiyah berasal dari kata mas’alah dalam bentuk mufrod yang dijamakan dan di rangkaikan dengan kata fiqih. Sedangkan fiqih sendiri secara bahasa memiliki pengertian yaitu “pemahana atau faham”. sedangkan menurut istilah fiqih adalah “ilmu atau pengetahuan tentang hokum-hukum syari’at dalam bentuk amaliah (perbuatan mekalaf) yang di ambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.”
Masail fiqhiyah adalah masalah yang terkait dengan fiqih atau persoalan-persoalan yang muncul dalam konteks kekinian sebagai refleksi problematika pada suatu tempa, kondisi da waktu dan persoalan-persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi sekarang dengan yang dulu.
Masalah-msalah pada masa rosululloh SAW,  langsung diselesaikan dengan wahyu sehingga kondisi masyarakat pada waktu itu relative setabil. Pada masa sahabat, sighot sahabat kemudian tabi’in dan seterusnya persoalan-persoalan yang muncul semakin berfariasi seiring dengan perjalanan waktu dari jaman kejaman. Walaupun persoalan-persoala terus bermunculan silih berganti, syariat islam dalam hal ini fiqih tetap eksis dan mampu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Para ahli fiqih dalam hal ini fuqoha selalu berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan baru melalui jalan berijtihad yang berdasarkan nash al-qur’an dan as-sunnah. Penyelesaian persoalan mula-mula diselesaikan dengan dengan mencari jawaban dari al-qur’an dan as-sunnah, bila tidak ditemukan jawabanya maka akan diselesaikan dengan jalan ijma (kesepakatan bersama para ahli atau melalui metode qiyas atau analog). Diantara para ahli fiqihyang memiliki metode untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fiqih adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Al-Syafi’i, dan Imam Bin Hambal. 
B.     Tujuan mempelajari metode-metode masail fiqhiyah
1.    Mengetahui latar belakang kehidupan para imam madzhab dengan berbagai kondisi yang dialaminya.
2.    Memahami realitas masyarakat dan mengetahui problematika yang timbul pada masa itu.
3.    Dengan berbagai sisi perbedaan, baik lingkungan, situasi politik, latar belakang kehidupan, akan mengantarkan generasi kaum muslim memahami hakekatperbedaan sudut pandang dengan konsekuensinya.
4.    Dapat mengikis sikap fanatisme terhadap madzhab yang berlebihan.
Setiap tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki akibat hukum, akan direspon oleh norma fiqh dan akan ditetapkan ketentuan hukumnya. Akibata hukum dari perbuatan manusia yang lebih dikenal adalah “persoalan”.

Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (al-Baqarah – 286).
Dan ayat selanjutnya :
“ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (al-Baqarah – 286).
                        Pada dasarnya manusia memilki daya berfikir prima sesuai dengan karakteristik yang dijabarkan al-Qur’an pada awal penciptanya. Allah berfirman :
 “Aku hendak menciptakan manusia (adam) di muka bumi..." (al-baqarah – 30)
                        Perkembangan pola fikir manusia membawa konsekuensi logis terhadap variasi corak dan gaya serta daya setiap manusia dalam aplikasi pengguanaanya. Konsekuensi tersebut, melahirkan perbedaan pandangan (madzhab) dalam I’tiqad (keyakinan) siyasah (politik) dan fiqh. Perbedaan tersebut merupakan bukti adanya dinamisasi pemikiran dalam islam. Hal ini diperkuat oleh beberapa persyaratan, antara lain :
1.      Perbedaan pandangan yang terjadi tidak terkait dengan substansi agama baik mengenai tauhid , pengakuan akan kerasulan Muhammad dan keberadaan al-Qur’an sebagai wahwu allah atau mengenai riwayat (hadis) mutawatir, rukun islam dan atau pengetahuan yang telah difahami sebagai komponen agama.
2.      Pada dasarnya kata “ikhtilaf”, perbedaan (pendapat) secara pasti berkonotasi negative sebagaimana ikhtilaf yang terjadi pada persoalan  seputar Aqaid dan siyasah. Sebab-sebab muculnya “ikhtilaf” dapat diklasifikasikan menajadi dua, yaitu : 
a)    Ikhtilaf yang tidak menyebabkan perpecahan umat Islam.
b)   Ikhtilaf yang berimplimentasi pada perpecahan umat Islam dan mengaburkan kesatuan mereka.
3.      Perbedaan itu, semata-mata perbedaan cara berfikir dalam menempuh suatu tujuan dan dalam mengaplikasikan metode.
4.      Dengan meluasnya pergaulan manusia antar bangsa serta pengembangan daya fikir dan ilmu pengetahuan mereka, maka muncul persoalan-persoalan baru akibat pergumulan adat dan kebudayaan. Dan dengan demikian muncul metode ijtihad untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
C.    Factor-faktor kemunculan masail fiqhiyah
Memngikuti perjalanan kehidupan manusia berarti mengikuti perkembangan berbagai persoalan yang muncul disekitar mereka, persoalan yang ada akan selalu berganti dan bervariasi sejalan dengan pergantian jaman dan waktu. Dengan adanya perjalanan waktu dan jaman akan melahirkan persoalan baru dari yang ringan sampai yang rumit. Bagi kaum muslimin menghadapi berbagai persoalan yang menyelimuti mereka merupakan sebuah keniscayaan sebagai konsekuensi logis perubahan jaman dan pergantian generasi.
Persoala yang muncul membutuhkan jawaban dalam lingkup al-qur’an, as-sunnah atau bahkan diambil dari pendapat para fuqoh salaf yang membidangi ilmu fiqih. Persoalan fiqih yang timbul dalam konsep kekinian juaga sangat ditunjang oleh beberapa factor yang diantaranya adalah :
1.         Kondisi geografis.
Persoalan-persoalan yang muncul antara lain :
a)    Hukum bertayamum pada daerah yang kekeringan (tandus) yang kesulitan air.
b)   Hukum dan teknik pelaksanaan shalat dan puasa pada geografis yang abnormal dalam penentuan  waktu.
c)    Pelaksanaan pernikahan via telfon, internet, transaksi muamalat dst pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk bertemu langsung karena letak geografis sulit dijangkau kecuali melalui media komunikasi elektronik.
2.         Struktur dan pola budaya masyarakat.
Persoalan-persoalan yang muncul antara lain :
a)    Masalah pembagian harta warisan pada daerah tertentu.
b)    Upacara sesajen untuk keselamatan dan berkah.
c)    Budaya dangdutan yang dipaksakan demi kehormatan sampai-sampai menghutang untuk resepsi pernikahan.
d)   Budaya tukar cincin sebelum khitbah (lamaran) yang dianggap telah sah bergaul bebas dll.
3.         Perkembangan ekonomi dan politik
Persoalan persoalan yang muncul  antara lain :
a)    Jual beli valuta asing dan saham. Apabila telah terjadi transaksi antar Negara (internasional) maka setiap Negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut visa.
b)    Zakat sebagai ibadah dan kaitannya dengan ekonomi keuangan wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nisab seperti emas, perak, dll. Selain di era modern ada mata uang, sertifikat, saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an, akan tetapi tetap terkena objek zakat.
c)    Makelar merupakan perantara antara penjual dan pembeli agar memudahkan transaksi jual beli.
d)   Pemimpin wanita ,hakim wanita dan keberadaan partai-partai politik, serta yang terkait dengan itu adalah dampak dari perkembangan ekonomi.
4.         Perkembangan ekonomi
Persoalan - persoalan yang muncul antara lain :
a.     Transpalantasi (pencangkokan) dan substitusi (penggantian) jaringan atau organ tubuh seperti jantung, ginjal, tulang rawan, pembuluh darah dan lensa.
b.    Perencanaan keturunan dengan berbagai teknik antara lain:
                                              1)     Pengendalian kehamilan (birthcontrol) melalui pil, kondom, IUD, susuk hormone, zalf, diafragma, teknik sterilisasi (vasektomi, tubektomi), aborsi, dan menstrual regulation. 
                                              2)     Perencanaan jenis kelamin melalui teknik pemisahan sperma (kromosom x dan kromosom y) untuk mendapatkan keturunan laki-laki.
                                              3)     Inseminasi buatan melalui berbagai teknik untuk menolong pasangan suami istri yang sukar atau tidak bisa mendapatkan keturunan.
                                              4)     Bedah transeksual (operasi jenis kelamin) untuk menyempurnakan jenis kelamin yang tidak normal (banci) atau mengganti organ kelamin (non banci).

D.    Penyelesaian Masail Fiqhiyah
Dasar-dasar penyelesaian masalah dalam bentuk kaedah, yaitu :
1.    Menghindari sikap taqlid dan atau fanatisme.
Upaya menghindarkan diri dari fanatisme madzhab tertentu atau pendapat tertentu dan juga bertaqlid buta merupakan dua perbuatan yang bodoh kecuali ia adalah seorang yang bodoh dan telah melakukan kesalahan. Pelakunya disebut muqallid dan yang dilawankan disebut muttabi.
Para ulama, selalu berpesan agar tidak bertaqlid. Akan tetapi hanya mengikuti jejak dan langkah-langkah yang ditempuh oleh mereka dalam menetapkan hukum suatu persoalan.
2.    Prinsip mempermudah dan menghindari kesulitan.
Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (al-Baqarah – 286).
3.    Berdialog dengan masyarakat melalui bahsa kondisi masanya dan melalui pendekatan persuasive aktif serta komunikatif.
a)      Bahasa yang dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan mampu menjangkau pemahaman umum.
b)      Menghindarkan istilah-istilah rumit yang mengandung pengertian kontrofeksi.
c)      Ketetapan hukum bersifat ilmiah karena didasarkan pertimbangan hikmah, illat, filosofis, dan islami.
Tiga hal diatas merupakan cara penyelesaian yang terdapat dalam Nash (al-Qur’an atau as-Sunnah). Karena masyarakat yang belum memahami sepenuhnya hakikat pengambilan istimbat dan dasar-dasar rujukanya maka akan dapat memperkecil  kesalahpahaman antar masyarakat.
4.    Bersikap moderat terhadap kelompok tekstualis (literalis) dan kelompok kontekstualis.
            Dalam merespon persoalan ulama terbagi dalam dua kelompok besar penyelesaian :
a)      Bersandar pada al-Nash sesuai bunyi ayat tanpa menginterprestasikan lebih lanjut diluar teks itu.
b)      Kelompok kontekstualis, dimana kelompok ini lebih berani menginterprestasikan produk hukum al-Nash dengan melihat kondisi zaman dan lingkungan.
5.    Ketentuan hukum bersifat jelas tidak mengandung interprestasi.
Bahasanya relative tegas dan ketentuan hukum dalam dalam hal ini tidak sulit untuk dipahami dan tidak mengundang banyak pihak untuk menginterpetasikan ulang.